Mengenal Proses Terjadinya Hujan
Ilustrasi proses terjadinya hujan
Setiap turun hujan, kebanyakan manusia hanya teringat bahwa saat itu sedang musim hujan atau sebagai turunnya air dari langit. Sedikit sekali ketika turun hujan lalu memikirkan bagaimana sesungguhnya proses terjadinya hujan. Sejauh ini proses terjadinya hujan memang merupakan sebuah hal yang masih dianggap sebagai sebuah misteri. Meski sebagian ilmu pengetahuan sudah berhasil menyingkap penyebab proses tersebut, namun ada beberapa bagian di dalam proses tersebut yang masih menjadi sebuah misteri hingga saat ini. Karena itulah mungkin setiap turun hujan tak terlalu banyak orang yang tergerak untuk mengetahui apa sesungguhnya atau bagaimana proses terjadinya hujan tersebut.
Proses terjadinya hujan adalah sebuah kondisi yang melibatkan dua tempat, yaitu bumi dan antariksa, dalam hal ini adalah bagian atmosfer. Pada dasarnya, hujan merupakan suatu presipitasi yang berwujud cairan. Kondisi ini biasa terjadi pada kawasan di atas permukaan bumi.
Sementara ketika sudah mencapai bumi, hujan merupakan sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer yang diubah menjadi butir air yang cukup berat. Sehingga butir tersebut memiliki massa yang mempunyai daya dorong untuk jatuh dan meluncur ke bawah hingga tiba di daratan. Dua proses terjadinya hujan inilah yang sangat mungkin berlangsung secara bersama sama sehingga mampu mendorong udara menjadi semakin jenuh. Kondisi ini terutama terjadi pada saat hendak turun hujan, dimana terjadi pendinginan udara dan meningkatkan volume uap air di udara. Begitulah proses terjadinya hujan secara ilmiah. Jadi, dalam proses terjadinya hujan ada persyaratan teknis tertentu yang memungkinkan semua tahapan itu terjadi. Dengan demikian sekalipun secara umum sudah masuk musim penghujan misalnya, namun persyaratan-persyaratan teknisnya tidak terpenuhi, besar kemungkinan tidak akan terjadi hujan. Demikian pula sebaliknya. Ketika musim panas misalnya masih tetap memungkinkan terjadinya hujan apabila persyaratan-persyaratan teknis untuk proses terjadinya hujan seperti dijelas di atas, terpenuhi.
Kelembaban yang dinamis di garis zona perbedaan suhu serta kelembaban tiga dimensi inilah yang kemudian dikenal dengan front cuaca. Front cuaca sendiri merupakan metode utama pada proses terjadinya hujan. Sehingga ketika muncul kelembaban dan pergerakan ke atas yang cukup, maka hujan segera turun dari awan konvektif. Contoh awan ini misalnya adalah kumulonimbus atau badai petir, dimana jika awan ini berkumpul bisa menyebabkan terjadinya ikatan hujan sempit.
Pada kawasan pegunungan, hujan deras akan muncul apabila aliran atas lembah meningkat ke bagian atas angin permukaan. Sehingga hal ini akan menyebabkan udara lembab mengembun sehingga jatuh dalam bentuk hujan di bagian sisi pegunungan.
Untuk menghitung tinggi curah hujan sudah ditemukan alat pengkur hujan. Caranya dengan menentukan jumlah curah hujan yang dihitung dengan aktif menggunakan radar cuaca dan dibantu dengan pasif menggunakan satelit. Pemindaian yang dilakukan satelit merupakan proses membaca untuk melihat gejala atau persyaratan-persyaratan teknis pada proses terjadinya hujan. Maka antara penghitungan aktif dan hasil pemindaian yang dilakukan oleh satelit tersebut digabung, kemudian didapatlah jumlah curah hujan. Angka yang menunjukkan curah hujan tersebut di masing-masing daerah berbeda satu sama lainnya, sehingga ada daerah yang memiliki curah hujan tinggi, sedang dan rendah.
Pembentukan Hujan
Dalam proses terjadinya hujan, ada dua hal penting yang berperan dalam proses pembentukan hujan. Kedua hal tersebut adalah udara lembab dan koalesensi.
Udara yang di dalamnya mengandung uap air serta beberapa air pada massa udara kering, dikenal dengan nama Rasio Pencampuran. Perhitungan proses ini dinyatakan dalam satuan gram air per kilo udara kering. Jumlah kelembaban di udara dikenal juga dengan kelembaban relatif, yakni jumlah persentase keseluruhan udara uap air yang mampu bertahan di suhu udara tertentu.
Berapa banyak uap air yang bisa ditahan udara serta membentuk awan, ditentukan pada tingkat suhu. Semakin tinggi suhu udara, akan menyebabkan uap air lebih banyak dibandingkan jika suhu udara dalam keadaan dingin. Itulah mengapa, pendinginan merupakan suatu cara untuk melembabkan udara. Titik embun merupakan suhu yang bisa didapatkan dalam proses pendinginan udara guna melembabkan udara tersebut.
Secara umum terdapat empat mekanisme utama pada proses pendinginan udara sampai mencapai titik embun. Keempat mekanisme tersebut adalah pendinginan adiabatik, konduktif, radiasional serta evaporatif.
Pendinginan adiabatik muncul ketika udara naik serta menyebar. Kenaikan udara ini terjadi disebabkan konveksi, adanya pergerakan atmosfer dalam skala besar atau terdapat halangan fisik seperti gunung.
Pendinginan konduktif berlangsung ketika udara akan bersinggungan dengan permukaan yang bersuhu lebih rendah, dan biasanya akan berhembus dari satu permukaan ke permukaan lain. Contohnya pada permukaan air menuju daratan yang bersuhu lebih rendah. Pendinginan konduktif ini merupakan persyaratan teknis yang memungkinkan proses terjadinya hujan.
Pendekatan radiasional disebabkan adanya emisi radiasi inframerah yang timbul karena udara maupun permukaan di bawahnya. Sedangkan untuk pendinginan evaporatif berlangsung pada saat kelembaban masuk menuju udara melewati penguapan. Akibatnya, suhu udara menurun hingga mencapai suhu bulb basah atau dikenal sebagai titik kelembaban.
Koalesensi
Proses ini berlangsung pada saat butir air bersatu hingga terbentuk butir air yang lebih besar. Bisa juga muncul pada saat butir air membeku hingga terbentuk kristal es yang disebut proses Bergeron. Adanya penolakan udara ini berakibat butiran air mengapung di awan. Sehingga manakala muncul turbulensi udara, butiran air bertumbukan dan menimbulkan butiran yang lebih besar. butiran air besar inilah yang kemudian turun sehingga koaselesensi berlangsung terus sampai butiran menjadi lebih berat untuk menghambat resistensi udara serta jatuh sebagai air hujan.
Koaselesensi bisanya berlangsung di awan atas titik beku. Kristal es terjatuh pada saat massa yang dimilikinya mencapai ukuran yang cukup. Biasanya, kristal akan memerlukan massa yang lebih besar dibanding koalesensi yang timbul pada kristal serta butiran air di sekelilingnya. Berlangsungnya aktivitas ini ditentukan oleh suhu. Mengingat butiran air yang sangat dingin hanya terdapat di awan bawah titik beku. Di samping itu, hal ini berlangsung disebabkan adanya kesenjangan suhu yang cukup lebar antara awan serta permukaan, yang berdampak pada kristal es mencair serta meluncur ke bumi sebagai air hujan.
Meskipun tampaknya sulit diukur, namun pada dasarnya ada metode yang bisa mencatat buliran air hujan tersebut. Secara umum buliran air hujan berukuran antara 0,1 milimeter hingga 9 milimeter. Di luar ukuran itu, buliran air hujan akan jatuh secara parsial. Buliran air hujan yang pernah turun di dunia tercatat jatuh di Brasil serta Kepulauan Marshall. Di kedua tempat tersebut, pernah terjadi hujan yang memiliki buliran air hujan hingga 10 milimeter pada tahun 2004. Ukuran di luar normal ini diakibatkan adanya pengembunan partikel asap besar. Kemungkinan lain adalah adanya tumbukan dari sebagian kecil buliran dengan air tawar dalam jumlah besar.
Demikianlah proses terjadinya hujan. Nampaknya memang setiap hujan terjadi itu sangat sederhana yakni turunnya air dari langit. Tapi ketika ditelusuri secara seksama dengan mengadakan pendekatan-pendekatan ilmiah, maka proses terjadinya hujan jelas bukan proses sederhana melainkan proses yang rumit. Ini semakin menunjukkan bahwa dalam setiap penciptaan sesuatu Allah SWT selalu melalui proses yang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia, bisa dibuktikan tanpa berkurang sedikitpun.